Jumat 7 Maret 2025, Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang (PBJ) Undiksha kembali melaksanakan kuliah tamu dengan tema Nihon no Bunka to Mānā (Budaya dan Tata Krama Jepang). Kegiatan ini menghadirkan Kako Shintani, mahasiswa magang dari Ohkagakuen University, Jepang, sebagai pembicara. Acara berlangsung di ruang kelas Prodi PBJ dan diikuti oleh mahasiswa ichi-nensei atau tingkat satu, bersama dengan Koordinator Prodi PBJ, Dr. Kadek Eva Krishna Adnyani, S.S., M.Si.
Sesi pertama Kako san memperkenalkan berbagai tradisi Jepang yang berkaitan dengan perayaan dan kehidupan masyarakat. Salah satu tradisi yang menarik perhatian adalah budaya tahun baru yang memiliki berbagai kebiasaan unik. Masyarakat Jepang biasanya mengirimkan kartu ucapan tahun baru yang disebut nengajō kepada kerabat dan teman-teman mereka. Selain itu, orang-orang yang belum bekerja menerima amplop berisi uang yang disebut toshidama dari orang tua atau kerabat mereka. Tak hanya itu, terdapat pula hatsumōde, yangbertujuan untuk berdoa demi keberuntungan, kesehatan, dan kesuksesan di tahun yang baru.
Selain tradisi tahun baru, Kako san juga menjelaskan tentang seijinshiki, yaitu upacara kedewasaan yang diadakan untuk mereka yang telah mencapai usia 20 tahun. Pada hari itu, perempuan mengenakan furisode, pakaian tradisional Jepang berlengan panjang dengan warna dan motif yang beragam, sementara laki-laki dapat memilih untuk memakai hakama atau setelan jas, tergantung pada preferensi mereka. Tradisi ini menjadi momen penting bagi masyarakat Jepang, karena menandai peralihan dari masa remaja menuju kehidupan dewasa. Tak hanya furisode, pakaian tradisional Jepang juga memiliki variasi yang digunakan untuk berbagai kesempatan, seperti pakaian pernikahan, pakaian kelulusan, hingga pakaian yang dikenakan saat upacara berkabung.
Selain membahas tradisi, Kako juga menjelaskan berbagai tata krama yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari di Jepang. Salah satunya adalah kebiasaan memilah sampah sesuai kategori, yang terdiri dari plastik, kertas, botol plastik, dan kaleng botol. Kebiasaan ini diterapkan secara ketat di Jepang untuk menjaga kebersihan dan mendukung sistem daur ulang yang efisien. Dalam hal tata krama makan, ada beberapa aturan penting yang harus diperhatikan. Saat makan, orang Jepang menggunakan mangkuk kecil dan mengangkatnya mendekati mulut. Meletakkan siku di atas meja dianggap tidak sopan, begitu pula dengan menusuk makanan menggunakan sumpit. Saat tidak digunakan, sumpit harus diletakkan di tempat khusus bernama hashioki. Menariknya, air minum di restoran di Jepang disediakan secara gratis dan dapat diisi ulang sepuasnya.
Tata krama juga sangat dijunjung tinggi dalam transportasi umum di Jepang. Saat berada di dalam kereta atau elevator, penumpang diharapkan diam dan tidak membuat kebisingan agar tidak mengganggu orang lain. Ketika menggunakan eskalator, hanya satu sisi yang digunakan untuk berdiri, sementara sisi lainnya diperuntukkan bagi mereka yang sedang terburu-buru. Namun, terdapat perbedaan aturan di berbagai daerah. Misalnya di Osaka, orang berdiri di sisi kiri, sementara di Tokyo, mereka berdiri di sisi kanan. Selain itu, Jepang memiliki tempat khusus bagi perokok bila ingin merokok, biasanya tempat khusus ini terletak di area publik seperti dekat stasiun kereta api.
Tata krama juga diterapkan dalam kehidupan rumah tangga. Saat masuk ke dalam rumah, sepatu harus dilepas dan disusun rapi, jika tidak, maka ibu akan langsung menegur. Aturan lain yang cukup ketat adalah larangan bagi orang bertato untuk masuk ke pemandian air panas dan kolam renang umum, karena tato masih sering dikaitkan dengan kelompok kriminal di Jepang. Namun, beberapa tempat mengizinkan pengunjung bertato untuk masuk jika tato mereka sudah ditutupi.

Selama kegiatan berlangsung, mahasiswa tampak antusias menyimak materi yang disampaikan. Mahasiswa tertarik dengan berbagai kebiasaan unik masyarakat Jepang serta perbedaan tata krama antara Jepang dan Indonesia. Setelah pemaparan, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, di mana banyak mahasiswa dengan antusias mengajukan pertanyaan kepada Kako san mengenai budaya Jepang. Sebagai penutup, kegiatan diakhiri dengan sesi foto bersama sebagai kenang-kenangan. Kegiatan Native Speaker Guest Lecture ini diharapkan dapat memperluas wawasan mahasiswa mengenai budaya dan tata krama Jepang.
AHA